Selasa, 14 Oktober 2008

Komunikasi Antarbudaya

INDONESIA adalah negara kepulauan, terdiri dari 17.508 pulau, 485 suku bangsa dan 583 bahasa daerah. Kenyataan itu sangat fantastis. Dengan begitu beragamnya suku bangsa, bahasa, dan adat istiadat, kita tetap dipersatukan oleh satu bahasa, yaitu Bahasa Indonesia. Sehingga informasi atau pesan kebudayaan dari masing-masing suku bangsa dengan bahasa yang berbeda-beda itu tetap bisa disimak.
Hubungan yang terjadi di antara berbagai suku bangsa tersebut tentu saja melalui suatu proses komunikasi. Jika proses komunikasi ditinjau dari segi komunikasi antarbudaya, maka bukanlah semata-mata terjadi proses tukar menukar barang seperti di pasar, tetapi terjadi suatu proses tukar menukar segi kebudayaan. Hal itu meliputi bahasa, religi, sistem ilmu pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, sistem organisasi sosial dan kesenian.
Menurut Gerhard Malatzke, komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Komunikasi antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh antropolog Edward Hall. Bidang ini sebenarnya bukan fenomena baru, komunikasi antarbudaya sudah ada sejak pertama kali orang-orang berbeda budaya saling bertemu dan berinteraksi, meskipun studi yang sistematik mengenai bidang ini baru dilakukan selama 30 tahun terakhir.
Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda suku bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, maka komunikasi tersebut disebut komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi, apa makna pesan verbal dan non verbal menurut budaya bersangkutan, apa yang layak dikonumikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikan pesan-pesan tersebut.
Dengan mengetahui ciri dasar budaya dari tiap-tiap suku bangsa, akan mengurangi keterkejutan budaya (gegar budaya), memberi kepada kita wawasan terlebih dahulu dan memudahkan kita untuk berinteraksi dengan suku bangsa lain yang sebelumnya sulit kita lakukan. Dari interaksi ini selanjutnya akan cenderung terjadi relasi.
Sebenarnya keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu mendatang, yang memungkinkan kita merencanakan strategi berdasarkan asumsi saling memahami. Dari sini kemudian akan timbul “empathy” dari diri kita terhadap orang-orang dari suku bangsa lain. Adanya saling memahami dan pengertian di antara orang-orang berbeda budaya akan mengurangi konflik yang selama ini sering terjadi. Konflik biasanya terjadi karena berbedanya persepsi mengenai nilai-nilai antarbudaya. Hal yang keramat bagi satu suku bangsa boleh jadi merupakan hal yang dianggap biasa bagi suku bangsa lainnya. Situasi seperti ini sebenarnya bisa dicari jalan keluarnya, yaitu dengan pemahaman yang mendalam mengenai budaya lain dan tahu strategi pendekatannya. Agak sulit memang untuk memahami secara detail sebanyak 485 suku bangsa yang tersebar di pulau-pulau yang berbeda dan dibatasi oleh laut yang cukup luas. Tentu saja ini mempengaruhi pesan komunikasi yang hendak disampaikan.
Tapi kita harus optimis mengenai perbedaan budaya di Indonesia. Karena pada dasarnya hal itu merupakan salah satu kekayaan dari Negara Republik Indonesia. Dan ini adalah tantangan bagi kita, terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang ilmu komunikasi.*

Tidak ada komentar: